NAMA : CHAIRUL TRI PRABOWO
NPM : 21210542
KELAS :3EB22
Yang di maksud dengan Penalaran deduktif yaitu prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah
diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan
baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori,
hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata
lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan
teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan.
Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan
kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Penalaran deduktif adalah
menarik kesimpulan khusus dari premis yang lebih umum. jika premis benar dan
cara penarikan kesimpulannya sah, maka dapat dipastikan hasil kesimpulannya
benar. penalaran deduktif erat dengan matematika khususnya matematika logika
dan teori himpunan dan bilangan. contoh penalaran deduktif adalah :
- semua hewan punya mata
- anjing termasuk hewan
- anjing punya mata
Penalaran Deduktif, yaitu
adalah cara berpikir dengan berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk menarik
kesimpulan.
Macam-Macam Silogisme di
dalam Penalaran Deduktif:
Di dalam penalaran deduktif
terdapat entimen dan 3 macam silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme
hipotesis dan silogisme alternatif
1. Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial disusun
berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang
mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis
yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.
Silogisme kategorial terjadi
dari tiga proposisi, yaitu:
Premis umum : Premis Mayor
(My)
Premis khusus : Premis Minor
(Mn)
Premis simpulan : Premis
Kesimpulan (K)
Dalam simpulan terdapat
subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat simpulan
disebut term minor.
Contoh:
Contoh silogisme Kategorial:
My : Semua mahasiswa adalah
lulusan SLTA
Mn : Saya adalah mahasiswa
K : Saya lulusan SLTA
2. Silogisme Hipotesis
Silogisme yang terdiri atas
premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.
Konditional hipotesis yaitu,
bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen.
Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh :
My : Jika tidak ada makanan,
manusia akan kelaparan.
Mn : Makanan tidak ada.
K : Jadi, Manusia akan
Kelaparan.
3. Silogisme Alternatif
Silogisme yang terdiri atas
premis mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu
bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan
menolak alternatif yang lain.
Contoh
My : Kakak saya berada di
Bandung atau Jakarta.
Mn : Kakak saya berada di
Bandung.
K : Jadi, Kakak saya tidak
berada di Jakarta.
Entimen
Silogisme ini jarang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang
dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
– Dia menerima hadiah
pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
– Anda telah memenangkan
sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.
Suatu penelitian pada
hakekatnya dimulai dari hasrat keingintahuan manusia, merupakan anugerah Allah
SWT, yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan maupun
permasalahan-permasalahan yang memerlukan jawaban atau pemecahannya, sehingga
akan diperoleh pengetahuan baru yang dianggap benar. Pengetahuan baru yang
benar tersebut merupakan pengetahuan yang dapat diterima oleh akal sehat dan
berdasarkan fakta empirik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencarian
pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum,
yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan
penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah.
Untuk memperoleh pengetahuan
ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan
Penalaran Induktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada
suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan
berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih
khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi
operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami
suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala
tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian
konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci
untuk memahami suatu gejala. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian
tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan
dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala.
Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan
dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat
mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.
Dalam prakteknya, antara
berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang
tidak terpisahkan. Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang
mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan
teori (Heru Nugroho; 2001: 69-70). Dengan demikian, untuk mendapatkan
pengetahuan ilmiah, penalaran tersebut dapat digunakan dan dilaksanakan dalam
suatu ujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada
hukum-hukum logika.
referensi :